Jualan Buku dan Menulis |
Waktu pertama banting setir dari penulis abal-abal ke pedagang buku, saya sempat kepikiran buat nulis setiap pengalaman jualan di blog. Tujuannya sekadar sharing aja.
Siapa tau kan banyak orang yang kepo, gimana sebenernya dagang online itu.
Apalah daya, niat setinggi pohon bambu deket rumah saya ternyata mudah hancur diterpa angin. Sampai sekarang, hanya dua sampai tiga kali saya menuliskan pengalaman jualan itu.
Dan mungkin ini yang paling baru.
Iya, setelah satu setengah tahun, dan saya sudah banting setir lagi jadi content copywriter baru niat nulis pengalamannya.
Maaf ya, bambu
emang fungsinya buat ditebang, sih. Hehehe.
Bulan Juni tahun 2020, saya putuskan untuk menjadi penulis yang nggak terlalu ambisius. FYI aja, dua-tiga tahun yang lalu saya merasa bisa survive dengan menulis.
Padahal waktu itu penghasilan nggak gede-gede amat. Cuma
ya cukup konsisten, lah.
Konsisten kecilnya. Wkwkwk.
Setelah puas makan ego sendiri selama tiga tahun, hati saya menyerah. Dia nggak kuat membohongi dirinya sendiri bahwa saya baik-baik saja.
Waktu itu, penghasilan dari menulis kecil banget.
Kaskus, yang biasanya saya geluti, mulai mengurangi hadiah buat kreatornya. Terminal Mojok, makin banyak saingan dan mereka pintar-pintar. Serius, deh.
Kalau saya nggak tahu Terminal lebih dulu, mungkin jumlah tulisan
saya nggak akan nyampe 50. Milenialis juga sama saja.
Untung masih ada pintu rezeki lain lewat joki tugas dan jasa
flash atau root hp. Yaa lumayan lah buat bekal beli rokok seminggu.
Dengan penderitaan yang berat tersebut, hati saya menjerit-jerit bilang “Udah yuk, jangan lanjutin mimpi jadi penulisnya. Idealis-realistis aja, deh.
Kita perlu duit, tapi juga nggak mau move on ke kerjaan lain.”
Otak saya pun menjawabnya “jalan keluarnya apa, dong? Kan
banyak yang bilang kalau mau idealis harus siap susah. Ini kita lagi susah,
nih. Kalau mau realistis, emang ini owner kita punya skill apa lagi?”
“Ya nggak banyak juga, sih. Dia cuma mau belajar aja. Skillnya
yang paling bagus ya nulis doang. Coba kamu pikirin gimana jalan keluarnya.” Kata
hati saya
“hmmm….” Mikir seminggu lebih
“Oke. Aku tahu. Gimana kalau kita coba suruh dia buat jualan
online? Pake IG aja, kan nggak beda jauh kerjaannya nanti. Nyari ide, bikin
konten, upload konten, edit foto. Masih di hal-hal yang dia sukai.” Kata otak
saya seminggu kemudian.
“Nah, sip, gaskeun lah.” Jawab hati saya mantap
Akhirnya, munculah niat jualan online. Tapi waktu itu saya
masih belum tahu mau jual apa, sih. Dan setelah b e r k o n t e m p l a s i sekian
lama, akhirnya diputuskan lah untuk menjual buku.
Ada beberapa alasan dibalik pilihan ini.
Pertama, saya memang cukup senang membaca.
Kedua, saya pengin mewujudkan cita-cita almh. Mamah buat
bikin perpustakaan di rumah.
Ketiga, di Ciamis belum ada toko buku.
Keempat, modal yang diperlukan nggak terlalu gede.
Akhirnya honor nulis di Terminal Mojok, Kaskus, dan Milenialis
saya gunakan modal daftar reseller di Buku Mojok.
Jujur, saya memegang prinsip 90-10 yang saya dapatkan dari
temen kuliah. Dia seorang entrepreneur yang saya saksikan sendiri perjalanan
karirnya.
Dia bilang, “jualan itu rumusnya satu, Lang. 10% teori, 90%
praktik. Kamu cari dulu yang 10% buat modal awal, sisanya cari sambal praktek.
Jualan kalau kebanyakan mikir bisa nggak jadi.”
Saya pikir masuk akal juga yang dia bilang. Toh dia sendiri
memang seperti itu. Kalimat terakhirnya juga yang bikin saya mantap terjun ke online
seller universe—dengan segala lika-likunya.
Yang 10% tadi buat saya adalah ilmu-ilmu soal digital
marketing dan tetek bengeknya yang ada di internet. Entah itu blog, youtube,
sosial media, di mana saja lah tempatnya. 90% sisanya, insting dan feeling saya
saja.
Mulai tanggal 13 Juni 2020, dalam hati saya berkata “dengan
bissmillah dan bakat ku butuh saya niatkan jualan ini sebagai pemasukan
utama. Mudah-mudahan ditangtayungan ku Allah.” Lalu saya resmi membuka
lapak jualan di Instagram, Shopee, dan Tokopedia.
Rasanya gimana? Seneng dan excited. Karena ini artinya saya mulai kerja sendiri, mikir sendiri gimana caranya dapat cuan banyak dengan modal yang nggak seberapa.
Sungguh sebuah mimpi yang sama sulitnya dengan menulis
tadi. Wkwkwk.
Tapi yaudah lah, saya ikutin aja kata hati dan pikiran waktu
itu. Toh nggak ada yang bakal dirugikan juga, kan?
Hal pertama yang saya lakukan adalah bikin giveaway buat “narik” calon pembeli ke lapak jualan saya. Jujur, waktu itu saya minder dan khawatir nggak ada yang bakal notice GA-nya.
Tapi alhamdulillah, berkat kemurahan hati
netizen Indonesia yang doyan sekali gratisan, saya bisa mendatangkan 50-an
followers di minggu pertama.
Nah, balik lagi ke soal menuliskan pengalaman jualan di blog, sejak giveaway selesai pikiran dan waktu saya habis buat kehidupan Putra Buku. Boro-boro ada tenaga buat nulis, emang nggak ada niat aja sih. Ehehehe.